Pelukan yang Tak Pernah Diingat Sejarah
Embun pagi merayap di kelopak peoni, selembut bisikan rahasia. Di balik tirai sutra Istana Timur, Lin Yue, sang Putri Mahkota yang anggun, hidup dalam kepalsuan. Setiap senyumnya adalah sandiwara, setiap kata adalah kebohongan yang terukir di hatinya. Ia adalah boneka, menari mengikuti irama kehendak Kaisar Ayahnya, menyimpan luka yang menganga di balik riasan sempurna.
Sementara itu, di pengasingan, Bai Lian, seorang pendekar pedang yang terlupakan, mencari kebenaran yang tersembunyi di balik sejarah. Ia kehilangan keluarganya karena pengkhianatan. Dendamnya adalah api abadi yang membakar jiwanya. Setiap tetes keringatnya adalah janji, setiap goresan pedangnya adalah amarah yang terpendam. Bai Lian tahu, kebenaran yang ia cari akan menghancurkan segalanya.
Pertemuan mereka, di tengah badai salju yang membekukan tulang, adalah takdir yang ditulis dengan darah. Lin Yue, yang menyamar sebagai tabib istana, tanpa sengaja menyelamatkan Bai Lian yang terluka parah. Di mata Bai Lian, Lin Yue melihat kejujuran yang tersembunyi di balik topeng kepura-puraan. Tanpa ia sadari, di balik kelembutan Lin Yue, tersembunyi kunci dari kebenaran yang ia cari.
Waktu berjalan seperti sungai yang tenang, namun di bawah permukaannya, arus deras mengintai. Lin Yue dan Bai Lian semakin dekat, berbagi rahasia dan mimpi yang terlarang. Lin Yue, yang terbiasa hidup dalam kegelapan, menemukan cahaya dalam diri Bai Lian. Sementara Bai Lian, yang dibutakan oleh dendam, menemukan kehangatan dalam pelukan Lin Yue. Pelukan yang seharusnya tak pernah terjadi, pelukan yang akan mengubah segalanya.
Konflik pun tak terhindarkan. Bai Lian akhirnya menemukan bukti bahwa kematian keluarganya didalangi oleh Kaisar. Lin Yue, yang terikat sumpah kesetiaan pada Ayahnya, harus memilih: kebenaran atau kebohongan? Cinta atau pengkhianatan? Setiap pilihan terasa seperti pisau yang menusuk jantungnya. Ia dihadapkan pada keputusan yang akan menentukan nasib seluruh kekaisaran!
Di puncak gunung, di bawah langit yang kelabu, kebenaran akhirnya terungkap. Lin Yue mengakui bahwa ia telah mengetahui kejahatan Ayahnya sejak lama. Ia diam, bukan karena takut, tetapi karena ia tahu, kebenaran ini akan menghancurkan semua yang ia cintai. Bai Lian merasa dikhianati. Kemarahannya mencapai puncaknya. Ia mengangkat pedangnya, siap untuk membalaskan dendam.
Namun, Lin Yue tidak melawan. Ia hanya tersenyum, senyum yang memilukan. "Bunuh aku, Bai Lian. Akhiri semua ini," bisiknya.
Bai Lian menurunkan pedangnya. Ia tidak bisa membunuh Lin Yue. Cintanya terlalu besar, dendamnya terlalu dalam. Ia tahu, kematian Lin Yue tidak akan membawa kebahagiaan baginya.
Balas dendamnya tidak berbentuk darah atau kematian. Ia memilih jalan lain. Dengan bantuan Lin Yue, Bai Lian mengungkap kejahatan Kaisar ke seluruh negeri. Kaisar dijatuhi hukuman mati. Kekaisaran runtuh.
Lin Yue dan Bai Lian menghilang, meninggalkan istana dan semua kepalsuan di belakang mereka. Mereka memulai hidup baru, di tempat yang jauh, di mana pelukan mereka akan diingat, bukan oleh sejarah, tetapi oleh hati mereka.
Namun, senyum Lin Yue di hari kematian Kaisar tetap menghantui Bai Lian. Senyum yang tenang, namun menghancurkan. Senyum yang menyimpan perpisahan. Senyum yang menyiratkan bahwa masih ada rahasia yang tersembunyi.
Apakah kebahagiaan yang mereka temukan benar-benar abadi, atau hanya ilusi sebelum badai yang lebih besar datang menerjang?
You Might Also Like: Agen Kosmetik Bimbingan Bisnis Online