Drama Abiss! Aku Mencintaimu Bahkan Setelah Cinta Menjadi Alasan Perang



Judul: Aku Mencintaimu Bahkan Setelah Cinta Menjadi Alasan Perang

Lentera-lentera merah menyala, menari-nari ditiup angin malam. Istana megah berdiri angkuh, menyimpan rahasia kelam di balik dinding-dindingnya yang menjulang. Aku, Putri Lien Hua, berdiri di balkon, menatap bintang-bintang yang terasa begitu jauh, begitu dingin. Dulu, di sini, di bawah langit yang sama, DIA pernah berjanji akan memberiku bintang-bintang itu.

Senyumku dulu, kata orang, sehangat mentari pagi. Senyum itu kini hanya topeng, menyembunyikan luka yang menganga. Luka yang diukir oleh Kaisar Huang, pria yang kukasihi, pria yang menghancurkan hatiku.

Dulu, aku percaya pada kekuatan cinta. Aku percaya bahwa cinta mampu menaklukkan segalanya, bahkan perbedaan tahta. Aku naif. Cinta baginya hanyalah alat, sebuah taktik dalam permainannya merebut kekuasaan. Ia menikahi aku, Putri Lien Hua dari Kerajaan Selatan, bukan karena cinta, tapi karena kerajaanku memiliki sumber daya yang ia butuhkan.

Pelukannya dulu terasa begitu hangat, begitu melindungi. Sekarang, aku tahu, pelukan itu BERACUN. Setiap bisikannya, setiap sentuhannya, adalah kebohongan yang disulam dengan indah. Janji-janjinya kini hanyalah BELATI yang menusuk jantungku berulang kali.

Aku tidak menangis. Tidak di depan siapa pun. Aku belajar menahan air mata, mengubahnya menjadi es yang membekukan hatiku. Aku berjalan dengan anggun, bicara dengan sopan, tersenyum dengan menawan, seolah tak ada badai yang mengamuk di dalam diriku.

Aku tahu, balas dendam adalah hidangan yang paling nikmat disantap dengan perlahan. Aku tidak akan menodai tanganku dengan darah. Aku akan membiarkan penyesalan merayapi jiwanya, menggerogotinya hingga tak tersisa apa pun kecuali kekosongan yang abadi.

Aku mengumpulkan bukti-bukti pengkhianatannya. Aku mengirimkan surat-surat rahasia kepada sekutu Kerajaan Selatan. Aku menyebarkan desas-desus tentang ambisi gelapnya di kalangan bangsawan. Aku melakukannya dengan sabar, dengan cermat, seperti seorang ahli strategi yang sedang menyusun bidak-bidak di papan catur.

Akhirnya, saat yang kutunggu tiba. Pemberontakan meletus. Kerajaannya terpecah belah. Sekutu-sekutunya meninggalkannya. Kaisar Huang kehilangan segalanya: tahta, kekuasaan, dan yang terpenting, KEPERCAYAAN.

Aku berdiri di hadapannya, di ruang tahta yang kini sunyi senyap. Ia menatapku dengan tatapan kosong, tatapan seorang pria yang telah kehilangan segalanya.

"Kau..." lirihnya.

Aku tersenyum. Senyum yang dingin, senyum seorang pemenang. "Aku mencintaimu, Kaisar Huang. Bahkan setelah cinta menjadi alasan perang."

Ia terisak. Bukan karena kehilangan tahta, tapi karena MENYESAL. Penyesalan yang akan menghantuinya selamanya. Penyesalan yang jauh lebih menyakitkan daripada kematian.

Aku berbalik, meninggalkan Kaisar Huang dalam kesendiriannya. Langkahku ringan, seolah beban berat telah terangkat dari pundakku. Namun, di balik senyumku, tersembunyi kesedihan yang mendalam. Kemenangan ini terasa pahit.

Cinta dan dendam... lahir dari tempat yang sama. Benarkah?

You Might Also Like: Inspirasi Tabir Surya Mineral Lokal

Post a Comment

Previous Post Next Post