Aku Menulis Janji di Udara, Tapi Angin Membawanya ke Surga
Embun pagi merayapi kelopak mawar di taman. Udara dingin menggigit, tetapi senyum Mei Lan sehangat mentari. Di depannya, berdiri Han Yu, pria yang matanya menyimpan lautan rahasia. Mereka berjanji di taman itu, di bawah naungan pohon sakura, janji yang ditulis Mei Lan dengan air mata bahagia di udara. Janji tentang cinta abadi, keluarga, dan kebahagiaan yang tak akan pernah pudar.
Mei Lan hidup dalam dunia yang ia ciptakan sendiri. Sebuah dunia yang dihiasi dengan mimpi dan harapan tentang Han Yu, kekasihnya. Ia percaya pada setiap kata yang Han Yu ucapkan, setiap sentuhan yang ia berikan. Namun, kebahagiaan itu hanya ilusi. Han Yu hidup dalam kebohongan. Ia mencintai Mei Lan, tapi terikat oleh hutang yang tak terbayar pada keluarga terpandang.
"Mei Lan," bisik Han Yu suatu senja, suaranya parau. "Ada sesuatu yang harus kukatakan padamu."
Jantung Mei Lan berdebar kencang. Ia merasakan angin dingin berhembus, membawa firasat buruk.
"Aku... aku dijodohkan."
Dunia Mei Lan runtuh seketika. Janji yang ia tulis di udara, diterbangkan angin ke surga, menjadi debu yang menghilang tanpa bekas.
Han Yu menjelaskan semuanya. Tentang perjodohan yang menyelamatkan keluarganya dari kebangkrutan, tentang cinta yang ia rasakan pada Mei Lan, dan tentang rasa bersalah yang menggerogotinya setiap hari.
Mei Lan tidak menangis. Air matanya seolah membeku, menjadi kristal es yang menusuk hatinya. Ia hanya menatap Han Yu dengan tatapan kosong.
"Kau memilih keluarga daripada aku?" tanyanya, suaranya datar.
Han Yu terdiam. Diam adalah jawaban yang paling menyakitkan.
Hari pernikahan Han Yu tiba. Mei Lan berdiri di kejauhan, menyaksikan Han Yu bersanding dengan wanita lain. Ia tidak berteriak, tidak menangis, tidak melakukan apa pun. Ia hanya berdiri di sana, dengan tatapan tenang namun MEMATIKAN.
Bertahun-tahun kemudian, Han Yu menjadi pria yang sukses. Ia memiliki segalanya: kekayaan, kekuasaan, dan keluarga. Namun, hatinya kosong. Ia tidak pernah melupakan Mei Lan, wanita yang ia khianati.
Suatu malam, Han Yu menerima surat. Surat tanpa nama, hanya berisi satu kalimat: "Ingatkah kau pada janji yang kau ucapkan di bawah pohon sakura?"
Han Yu merasakan darahnya membeku. Ia tahu siapa pengirim surat itu. Mei Lan.
Ia mencari Mei Lan ke seluruh penjuru negeri. Akhirnya, ia menemukannya di sebuah desa terpencil. Mei Lan hidup sederhana, menjadi guru bagi anak-anak desa.
Han Yu memohon ampun pada Mei Lan. Ia berjanji akan melakukan apa pun untuk menebus kesalahannya.
Mei Lan tersenyum. Senyum yang tidak mencapai matanya. Senyum yang lebih dingin dari es.
"Aku tidak butuh ampunmu," kata Mei Lan, suaranya pelan. "Aku hanya ingin kau merasakan apa yang aku rasakan."
Kemudian, Mei Lan mengungkapkan kebenaran yang lebih MENGERIKAN. Istri Han Yu, wanita yang telah ia nikahi selama bertahun-tahun, adalah adik Mei Lan sendiri. Mei Lan merencanakan semuanya. Ia membiarkan adiknya menikahi Han Yu, hanya untuk memastikan Han Yu merasakan penyesalan seumur hidup.
Han Yu hancur. Ia kehilangan segalanya: cintanya, keluarganya, dan harga dirinya.
Mei Lan meninggalkan Han Yu di desa itu, sendirian dalam penyesalannya. Ia berbalik dan berjalan menjauh, senyum tipis bermain di bibirnya. Balas dendam yang tenang, namun menghancurkan. Seperti senyum yang menyimpan perpisahan abadi.
Dia berbisik, "Angin telah membawa janji kita ke surga, dan di sana... Keadilan akan ditegakkan."
Dan di balik senyum Mei Lan, tersembunyi sebuah pertanyaan: Akankah keadilan yang ditegakkannya benar-benar membawa kedamaian, atau hanya meninggalkan kehampaan yang lebih dalam?
You Might Also Like: Cara Skincare Lokal Dengan Sodium